Niswatun: “Tolong Bebaskan Suami Saya”

📷Aksi Demo Petani Surokonto Wetan (27/03), Dokumen Hayamwuruk









Senin
siang (27/03), orasi warga Surokonto Wetan tak berhenti diteriakkan di
pelataran Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Aksi ini bertujuan untuk menuntut
penangguhan penahanan terhadap tiga petani Surokonto Wetan. Tak hanya warga
Surokonto Wetan yang terlihat memenuhi pelataran pengadilan, tapi mahasiswa
dari berbagai universitas dan beberapa elemen masyarakat pun terlihat mengawal
jalannya aksi tersebut.

Kaswanto, selaku koordinator lapangan, menuturkan bahwa
sebelumnya, pada Sabtu (18/01), Pengadilan Negeri Kendal telah memvonis tiga
petani Desa Surokonto Wetan dengan masing-masing pidana penjara delapan tahun
dan denda Rp 10 Miliar. Petani tersebut terbukti secara sah melakukan perbuatan
melawan hukum dengan memanfaatkan lahan tersebut. “Kami menunggu hasil surat
penangguhan teman-teman kami yang pada Kamis (16/03) kemarin sudah kami
kirimkan ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Pihak pengadilan mengatakan bahwa
hari ini adalah penentuan keputusan akan dikabulkan atau tidak. Tadi sekitar
pukul setengah sebelas, teman-teman perwakilan dan kuasa hukum kami telah masuk
menemui pihak pengadilan”, terang Kaswanto.  
Sedangkan Eki, salah satu mahasiswa dari BEM FT (Fakultas Teknik)
UNNES (Universitas Negeri Semarang), mengatakan bahwa di Surokonto Wetan ini
terjadi kriminalisasi petani. Petani hanya mengelola lahan nenek moyang mereka.
Mereka memang kurang pengetahuan tentang hukum, tapi menurut
Eki,  sudah seharusnya para petani berhak mengelola tanah tersebut
karena sudah turun-temurun dikelola oleh mereka. Eki juga menyebutkan, beberapa
perwakilan mahasiswa yang datang pada hari itu berasal dari BEM FT UNNES, GMPK
(Gerakan Mahasiswa Peduli Kendeng), BEM UNDIP, UNIMUS, dan UNWAHAS.
 “Rezim agraria, sejak tahun 60-an hingga sekarang telah
kacau di Indonesia, dampaknya adalah ya sekarang
ini. Faktanya, Perhutani memang memiliki SK (Surat Keterangan) tentang
kepemilikan tanah ini. Dalam Peraturan Pemerintah tahun 2014, yang berhak
mengelola tanah Jawa dan Bali memang Perhutani. Namun, SK tersebut tidak
melalui proses clean
and clear, 
karena realitanya masyarakat telah mengelola tanah tersebut
dari tahun 65. Lalu, mengapa SK tersebut bisa terbit? Ya, itulah akibat
kacaunya rezim agraria Indonesia. Bila kita melihat putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor. 95/PUU-XII/2014, masyarakat kawasan hutan dan masyarakat adat tidak
dapat dipidana ketika memanfaatkan hutan. Mengapa bisa divonis delapan tahun?
Ya itu hakimnya yang ngawur”, ungkap Samuel, perwakilan dari LBH (Lembaga
Bantuan Hukum).
Di sisi lain, Tohari dan Norman, warga Surokonto Wetan, menuturkan
bahwa perangkat desa tidak ada yang membantu. Semua aksi murni warga Surokonto
yang menggerakkan. Perangkat desa termasuk Kepala Desa cenderung tak acuh
terhadap permasalahan yang dialami oleh warga Surokonto Wetan, bahkan mereka
lebih condong mendukung pemerintah.
Sekitar pukul 12.00 WIB, perwakilan warga dan kuasa hukum Surokonto
Wetan selesai melakukan pertemuan dengan pihak pengadilan tinggi dan langsung
memberikan pemaparan kepada warga. Muhayat, salah satu perwakilan, menjelaskan
bahwa surat penangguhan sampai saat ini belum ada putusan. Mereka, para
perwakilan, hanya ditemui oleh bagian humas pengadilan dan tidak ditemui secara
langsung oleh Majelis Hakim. Padahal yang memberikan putusan adalah Majelis
Hakim. Muhayat juga mengatakan, bahwa pihak pengadilan menjanjikan putusan akan
ditentukan pada hari Rabu. Bila pihak pengadilan tidak dapat memenuhi janji
tersebut, Muhayat menyerukan kepada warga untuk kembali melakukan aksi menuntut
kejelasan di pengadilan. Hal ini juga dibenarkan oleh Dian Puspita Sari, selaku
kuasa hukum warga Surokonto Wetan.
     
       
              
Kecewa dengan pertemuan yang tidak membuahkan hasil, warga meminta
bagian Humas Pengadilan, selaku pihak yang menemui perwakilan warga untuk
memberikan klarifikasi. Tapi warga kembali dikecewakan karena pihak Humas
pengadilan menolak melakukan klarifikasi. Niswatun, istri salah satu petani
yang ditahan, berpesan kepada pihak pengadilan “Tolong bebaskan suami saya. Dia
tidak bersalah”.

(Hayamwuruk/Ulfa dan Dwi.)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top